Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
QS. Al-Hujurat: 13
Begitu terlahir di dunia, manusia menerima setumpuk identitas. Pertama-tama adalah identitas sebagai makhluk hidup, berspesies manusia. Bukan hewan atau penghuni alam gaib macam malaikat, jin, genderuwo, atau tuyul. Lalu berdasarkan jenis kelaminnya, ia menjadi lelaki atau perempuan. Gen ayah-ibunya membuat ia termasuk ke dalam etnis, kebangsaan atau suku tertentu. Maka jadilah ia orang Jawa, Cina, Sunda, Arab, dan sebagainya. Ini semua identitas yang ia terima dari Tuhan, menjadi hak prerogatif Tuhan, dan tidak bisa diubah manusia.
Setelah itu, barulah ia memasuki ranah hubungan dengan manusia lain. Sebagai pengenal, untuk membedakan dengan manusia lain, ayah-ibunya memberi nama. Maka jadilah ia Teten atau Titin jika ia Sunda, Totok atau Titik jika ia Jawa. Lantas ia mendapat sederet identitas lain berdasarkan keluarga dan setting kelahirannya, seperti agama, status sosial dan ekonomi, serta kewarganegaraan. Ini identitas sosial yang ia terima dari manusia lain, mulanya ia tak punya pilihan tetapi kemudian ia bisa mengubahnya.
Dua identitas di atas bolehlah kita sebut sebagai identitas pemberian. Kita hanya menerimanya. Tapi dalam perjalanan hidupnya, manusia memilih bahkan membentuk identitas-identitas lain. Maka, kita bisa mengidentifikasi diri sendiri dan orang berdasarkan pendidikan, kekayaan, pekerjaan, pilihan politik, maupun hobi.
Segala identitas yang disebut di atas dan yang belum disebut, menggumpal dalam satu individu, dan tidak mungkin satu orang direduksi hanya berdasarkan satu identitas saja. Jika sejumlah orang punya kesamaan dalam salah satu identitas, jadilah sebuah identitas sosial atau kelompok. Suatu identitas menjadi menonjol atau ditonjolkan berdasarkan konteks atau kepentingan tertentu.
Begitulah takdir yang harus dijalani manusia selama ia hidup di dunia yang merupakan alam perbedaan. Identitas dibutuhkan sebagai tanda pengenal, dan semestinya tanda pengenal berfungsi sebagai alat bantu kita saling mengenal, mengetahui, dan memahami. Namun, sepanjang sejarah manusia dipenuhi konflik yang dipicu karena perbedaan identitas. Sekarang, pada masa yang disebut-sebut sebagai era globalisasi, kita bisa lihat semakin pesatnya informasi dan komunikasi diikuti dengan meningkatnya konflik akibat identitas, baik di tataran nasional maupun internasional. Mengapa itu terjadi? Bukankah semestinya semakin lancar kita berkomunikasi, semakin meningkat pemahaman kita satu sama lain? Apa yang salah? Apa permasalahannya?
Pada Jamparing Asih April ini, marilah kita bersama mengenal apa itu identitas, dan berusaha memaknai identitas-identitas orang lain dan diri kita sendiri. Dengan demikian mudah-mudahan kita menemukan identitas sejati kita di hadapan Tuhan.