Pada dua kesempatan lalu, Jamparing Asih menjadi wadah untuk mentadabburi falsafah adiluhung Sunda, yaitu tri tangtu. Falsafah tersebut diangkat oleh Jamparing Asih pada bulan Desember dengan tema “Sunda Mengasuh ___” dan edisi Mei yang bertemakan “Isyarah Ka’asih”. Falsafah tersebut memiliki tiga prinsip utama, yaitu silih asah, silih asih, dan silih asuh. Dalamnya falsafah tri tangtu tentu membuat kita tidak akan usai untuk mentadabburi dan memaknainya dengan pemaknaan-pemaknaan baru. Seorang arif akan berkata bahwa kita dapat menemukan kebijaksanaan dalam setiap sudut dan ruang yang kita temui. Maka alangkah indahnya, jika kedalaman falsafah yang telah diturunkan oleh para leluhur dengan segala proses dan lelaku hidup mereka dapat dijadikan nyawa dalam kehidupan kita. Setidaknya di dalam negeri maiyah, dalam lingkaran kecil keluarga Jamparing Asih.

Tidak hanya falsafah atau ucapan demi ucapan yang dapat kita tadabburi bersama. Lelaku hidup adalah suatu contoh riil yang dapat kita ambil pelajaran bersama. Utamanya, lelaku hidup yang langsung diperintahkan oleh Allah SWT, yaitu berpuasa. Bila dikawinkan dengan falsafah tri tangtu di tatar sunda, maka pemaknaan akan berpuasa dapat menemukan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dapat kita jadikan bekal dalam kehidupan. Untuk dapat mendalami lingkaran tri tangtu, kita pelajari dari hal yang menjadi titik mulanya terlebih dahulu, yaitu silih asah. Saling mengasah puasa dalam diri akan membuat kita dapat mengasah rasa dan memiliki kepekaan spiritual yang lebih untuk dapat saling mengasihi hingga kemudian akan semakin mumpuni jiwa sosial kita untuk dapat menjadi seorang pengasuh. Selayaknya sifat Allah sebagai Rabbun. Bagaimana proses mengasah puasa dapat menjadikan manusia menjadi memiliki sifat kepengasuhan? Apa hubungan antara puasa dan kepekaan spiritual dan sosial?

JAJUNPOSTER

Makna silih asah dalam falsafah tri tangtu memiliki kaitan erat dengan proses pembelajaran. Sebagai bagian dari qudrah Allah yang menciptakan kita sebagai manusia, maka bagian dari pekerjaan mendasar kita adalah belajar untuk menjadi manusia. Seperti sebentuk puisi yang diciptakan Simbah Guru Emha Ainun Nadjib yang berjudul “Puasa Bertahan Jadi Manusia” pada Ramadlan hari ke-12.

 

13415553_302006453476267_7947720695218915833_o

Dengan pemaknaan-pemaknaan tersebut hendaklah kita mau dan mampu untuk mentadabburi sikap dan falsafah puasa. Bagaimana kita sebagai manusia yang diizinkan hidup di bumi Allah dapat mengasah diri kita dengan puasa? Apakah pemaknaan puasa yang dimaksudkan Allah hanya  berhenti hingga bedug maghrib saja?

Proses puasa sepanjang zaman menujukkan bahwa lelaku hidup yang dijalani oleh manusia memilki cakupan yang luas. Proses-proses tersebut berkaitan dengan pembatasan dan pengendalian diri yang tak terpaku pada sebatas satu atau dua aspek kehidupan. Di maiyah pemaknaan sahur, imsak, dan berbuka puasa yang hangat terdengar pada bulan Ramadlan dapat kita gali dengan lebih mendalam dan meluas. Selayaknya Simbah Guru yang memaknai puasa dengan mempuasai diri dari jabatan, industri pertelevisian, dan beragam media massa karena telah memiliki pandangan yang ajeg yang telah beliau lakoni selama perjalanan kehidupannya.

Sahur dapat diibaratkan dengan bekal untuk menjalani puasa. Setiap diri kita dikaruniai Allah bekal dan perjalanan hidup yang begitu beragam dalam menjalani kehidupan kita di dunia. Setiap manusia dihadirkan ke dunia telah mengembang “wilayah amanahnya” masing-masing. Memaknai hal tersebut membuat kita menjadi lebih arif dalam memandang dan niteni peran kita dalam kehidupan. Pun akan semakin memahami apa-apa saja yang dapat dan sepantasnya kita buka dan puasai dalam hidup. Sehingga kita tidak akan tenggelam dalam kaburnya pandangan dengan menilai ikan berdasarkan kemampuannya memanjat pohon.

Majelis Masyarakat Maiyah Jamparing Asih kali ini diharapkan dapat membuka sekat-sekat yang kaum modern kotak-kotakkan ke dalam bentukan profesi dan profesionalitas dan meleburkannya menjadi kesadaran akan amanah. Salah satunya, Jamparing Asih akan ditemani oleh seorang pelukis, Pak Diyanto, yang akan saling berbagi mengenai hubungan antara dirinya dan perjalanan beliau dalam menghubungkan dunia lukis yang beliau tekuni dan kepekaan-kepekaan sosial. Namun begitu maiyah adalah forum bagi siapa saja mau untuk saling membersamai. Maiyah sangat percaya kepada kekayaan ilmu, maka setiap individu yang hadir dapat berbagi dan menyampaikan pendapatnya sesuai dengan perjalanan hidupnya masing-masing. Saling menjawab mengenai hubungan antara profesi dan wilayah amanah yang diemban manusia? Dan juga menjawab apakah yang dapat puasa ajarkan kepada kita terhadap wilayah amanah dan berbagai aspek berkehidupan kita?

Dengan segala kerendahan hati, Jamparing Asih mengundang sadulur sararea untuk melingkar dan bermaiyah bersama dalam cinta dengan tema ‘Mengasah Puasa’ pada hari Sabtu, 18 Juni 2016 pukul 19:00 WIB di Studio 1, Gedung RRI Bandung. Semoga Jamparing Asih dapat menjadi tempat untuk saling berbagi untuk saling bersedia untuk mendengarkan isi hati satu sama lain. Silakan saling  mengasah hati dan pikiran untuk dapat menjadi bekal kehidupan yang bermanfaat bagi 364 hari berikutnya. Satu bulan Ramadlan untuk sebelas bulan berikutnya.


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *